Setelah setahun blog ini kosong, (ngomong ke diri sendiri): yuk nulis lagi Va! ^^
Sabtu, 17 Januari 2015 adalah kali pertama saya mendatangi Art Exhibition. Bukan inisiatif diri sendiri tentunya, melainkan karena diajak kolega yang emang doyan menikmati Art. Berlokasi di Staatliche Kunsthalle Karlsruhe, datanglah saya di pagi berkabut dan sangat dingin untuk mengetahui seperti apa sih pameran lukisan.
Perlu diketahui bahwa saya sama sekali gak ngerti soal lukisan, gimana
cara menikmati lukisan. Sedikit pengakuan, waktu masih kecil pernah
diikutsertakanlah saya ini dalam sebuah les gambar. Dua tahun les,
gak ada kemajuan. Gambarnya tetep jelek (dan memang gak ada minat).
Kunjungan ke pameran kemarin ternyata bisa memberi kesan yang berbeda
tentang seni lukis. Hal penting pertama: pameran ini gak terlalu besar, gak terlalu kecil, jadi kepala gak terlalu nyut-nyutan untuk menikmati lukisan. Hal penting kedua: ada audio guide untuk beberapa lukisan yang cukup terkenal, dan menjelaskan metode kerja dan sedikit sejarah sang pelukis (menambah wawasan ^^ ).
Pameran yang diselenggarakan kali ini merupakan pameran lukisan dari Edgar Degas, seorang pelukis asal Paris, Perancis (1834-1917). Judul pameran adalah "Klassik und Experiment" atau "Klasik dan Eksperimen". Pengetahuan pertama tentang pameran lukisan: Pameran lukisan Degas ini diadakan di Karlsruhe, tapi banyak lukisan sebenarnya berada di luar Karlsruhe, Jerman. Jadi ketika penyelenggara hendak menampilkan karya Degas, mereka akan mengumpulkan hasil karya Degas yang sudah tersebar di seluruh dunia. Ada lukisan yang dimiliki museum kota atau negara lain di luar Jerman, ada juga yang sudah menjadi milik pribadi. Di samping setiap lukisan yang dipajang, akan dituliskan judul lukisan, kapan dibuat Degas, dan ada di mana sebenarnya lukisan ini disimpan saat ini.
|
Edgar Degas |
Berhubung dilarang mengambil gambar dalam bentuk apa pun di dalam ruangan, beberapa gambar lukisan yang ada di blog ini adalah lukisan yang dipajang di pameran kemarin, diambil dari sumber internet (http://commons.wikimedia.org/wiki/Edgar_Degas?uselang=de). Nah, lukisan di atas adalah lukisan Degas yang digambar oleh Degas sendiri. Metode membuat sketsanya adalah sambil bercermin. Di bagian pertama ruang pameran, lukisan yang ditampilkan adalah self-portrait orang-orang jaman itu. Berhubung jaman dulu gak ada teknik selfie dan kamera digital, bagi keluarga-keluarga kaya, mereka akan memanggil pelukis untuk membuat 'foto' mereka. Sempat merinding, melihat gimana hasil lukisan Degas di sana, so reaaaaaaaaal. Garis wajah, proporsi badan, lipatan mata, juga garis urat di telapak tangan bagian belakang.
|
Edmond and Theresa Morbili |
Bisa dibilang, lukisan-lukisan ini merupakan lukisan yang masih sifatnya klasik. Pada jamannya, lukisan itu harus tegas, terlihat realistis.
|
Perusahaan wool di New Orleans |
|
Orkestra |
Namun Degas dikenal sebagai seorang revolusioner. Dobrakan yang dibuat Degas adalah dengan menciptakan warna-warna pastel. Berhubung saya bukan ahli lukisan (silakan dikoreksi jika salah), tapi garis tegas yang ada di lukisan-lukisan sebelumnya yang memperlihatkan perbedaan warna menjadi semakin tipis. Terkesan abstrak, tapi gak abstrak juga (makin keliatan kan amatirnya soal lukisan).
Dan bagian favorit dari pameran kemarin adalah "Die Landschaften" atau "Landscape". Menurut keterangan di audio guide, untuk satu lukisan ini, Degas bisa membutuhkan beberapa hari, karena satu warna akan ditimpa warna lainnya.
Dari lukisan penari balerina dan juga landscape Degas inilah, beliau dikenang sebagai seorang pelukis revolusioner, yang berani mencari metode baru dalam melukis.
Muncul beberapa pemikiran dalam otak (dan hati) saya. Pada jaman itu, belum ada kamera, tapi tangan seorang penulis bisa 'memfoto' objeknya dengan sempurna. Pada jaman itu, belum ada kata resolution MegaPixel atau High-Definition, tapi betapa luar biasanya sang pelukis bisa melukis detail dari lukisannya dengan proporsi yang tepat. Pada contoh gambar Pantai, ketika saya melihat langsung, ada siluet orang di berdiri di pasir--saya menajamkan mata saya untuk melihat lebih jelas. Looks so reaaaal, not just a dot and lines *takjub*
Kata bijak yang bisa disusun setelah mengunjungi pameran kemarin: Kamera digital adalah karya manusia yang bergantung pada ukaran pixel. Tapi tangan pelukis adalah karya Tuhan yang luar biasa yang dilengkapi talenta :)
Landau, 18 Januari 2015
-Vava-